Selamat Datang di blog HI UGM 07

Sesuai dengan ucapan di atas, blog ini adalah blog anak HI UGM 07

Selasa, 10 Juni 2008

Solusi masalah “demokrasi” di forum ataupun di Indonesia

Sebuah konsep demokrasi di Indonesia akan langsung saya katakan ada sebuah kontradiksi di dalam konsep demokrasi dan konsep budaya. Konsep demokrasi sendiri selalu bercermin pada sebuah negara yang sudah lama menggunakan konsep ini, dengan melalui proses yang panjang dan sangat rumit. Sebuah contoh, ketika Amerika Serikat merdeka, kemudian ada slogan “every man created equal” dan demokrasi dari sana mulai muncul, namun tetap masih ada kontradiksi dalam prakteknya. Karena pada beberapa tahun prakteknya kata “every man” hanya berlaku untuk kaum kulit putih. Hal ini serupa dengan indonesia yang mengalami kontradiksi di beberapa konsep. Namun saya menekankan pada satu konsep saja yang sedikit banyak membingungkan.

Pada sebuah konsep demokrasi, pengambilan suara berdasarkan suara mayoritas, dan biasanya atau seringnya, golongan yang kalah dalam pengambilan suara mengambil langkah menjadi pengawas dari golongan yang menang. Konsep pengambilan memang memiliki keunggulan yang sangat cepat dan tepat. Voting juga memiliki sebuah pengambilan suara yang sangat mudah. Namun jelas sekali kelemahan dari voting adalah akan terjadi kurangnya win-win solution. Dimana pihak yang kalah akan sering dirugikan tanpa mereka bisa berbuat apa-apa. Sebagai contoh nyata adalah pemerintahan di Kenya yang dimana apabila sebuah presiden berkuasa, jangankan mentri yang diganti, bahkan apabila anda hanya kepala bagian anda juga bisa dirubah dan diganti.

Konsep budaya pengambilan suara di Indonesia yang sepertinya dipuja-puja dan telah ditanam sejak zaman SD adalah musyawarah untuk mufakat. Kelebihan ini adalah akan tercipta win-win solution yang bisa lebih adil dan lebih dikompromikan. Namun kelemahan dari ini adalah masalah waktu. Bayangkan saja apabila MPR harus kembali berdiskusi seperti zaman orde baru yang akhirnya membuat waktu memilih presiden sangatlah lama, belum lagi masalah apabila ternyata rakyat tidak setuju untuk memilih presiden atau kebijakan tersebut. Belum lagi resiko akan adanya pemboikotan halus oleh ketua atau mungkin anggota lain, dan bentuk macam-macam.

Untuk mengatasi masalah itu maka ada sebuah solusi yang coba saya tawarkan namun saya rasa ini hanya akan efektif pada sebuah forum kecil. Dalam sebuah forum, saya yakin bahwa jumlahnya sangat banyak atau paling tidak cukup menjalankan sistem ini.

dalam rapat, pemimpin rapat, biasanya ketua, sekertaris dan bendahara memiliki otoritas yang lebih tinggi. Namun merekalah decision maker di forum itu.
maka pemimpin akan mempunyai dewan yang bersifat netral yang harus berjumlah ganjil, atau mungkin berkekuatan ganjil.
dalam pembahasan masalah, maka tiap peserta mempunyai hak untuk mengajukan idenya, secara garis besar saja.
setelah ada garis besar yang cukup memadai, entah berjumlah berapapun juga, maka peserta yang sependapat akan dikumpulkan dengan orang yang mempunyai ide tersebut.
para pemberi ide tersebut akan menjadi pemimpin dalam satu forum kecil tersebut, dan mereka akan berdiskusi dengan para pesertanya.
setelah diskusi kecil tersebut, maka akan ada diskusi besar yang dalam tiap kelompok kecil akan ada dua atau tiga perwakilan yang maju untuk agregasi kepentingan.
tiap pembicara diberi waktu sekitar sepuluh menit, dan peserta lain bisa interupsi dengan waktu maksimum 15 detik, dalam jangka waktu menit ke dua sampai menit ke sembilan.
setelah itu, maka akan ada reses dari peserta, waktu ditentukan oleh dewan netral tersebut.
tiap dewan netral akan memiliki pendirian dan voting sesuai dengan alasan yang jelas dan tiap anggota dewan netral pun bisa disanggah pendiriannya apabila tidak memiliki pendirian dan alasan yang kuat.
setelah itu maka dibuatlah satu joint statement yang harus ditaati oleh semua pihak


sistem ini cukup ideal dalam menangani kasus yang dalam forum kecil. Sistem ini juga memang memiliki kelebihan dan kelemahan diantara dua konsep indonesianisme diatas. Namun konsep ini cukup meyakinkan dan membuat peserta lebih berpikir keras. Peserta juga akan bekerja keras dalam meyakinkan para dewan, apabila mereka gagal dalam meyakinkan dewan, itu adalah salah mereka sendiri, karena kebodohan mereka dalam meyakinkan.

Pada akhirnya kelemahan tetap ada, dan anda bisa mengadopsi sistem ini.

Tidak ada komentar: